Jet Tempur Kolaborasi RI-Korsel Siap Mengudara Bulan Juli

 

Jet tempur Falcon generasi 4.5 (Foto: Dok. PT. Dirgantara Indonesia)

 

Jakarta – Jet tempur kolaborasi Korea Selatan dan Indonesia, KF-21 Boramae, dilaporkan akan uji coba terbang perdana pada Juli mendatang.

Saat ini jet tempur Falcon generasi 4.5 tersebut telah menyelesaikan 50 persen dari program uji keseluruhan dan 95 persen dari seluruh persyaratan pengujian di darat, sebelum penerbangan perdananya yang dijadwalkan pada bulan depan.

Pemerintah AS menggambarkan jet tempur generasi ini memiliki kapabilitas lebih canggih, termasuk radar Active Electronically Scaned Array (AESA), serta sistem avionik yang ditingkatkan, dan juga akan dilengkapi sensor Infrared Search and Track (IRST).
Meski begitu, pesawat tempur ini tidak bersaing dengan pesawat tempur siluman gerasi 5 seperti F-22 dan F-35. Tapi akan berkompetisi dengan pesawat tempur generasi 4,5 lainnya seperti F-15E/EX Strike Eagle AS, Chengdu J-10C China, dan Sukhoi Su-35 Rusia.

KF-21 Boramae akan didukung mesin ganda General Electric F414-GE-400K. Mesin yang sama seperti digunakan di jet Boeing F/A-18E/F Super Hornet tersebut bisa menghasilkan kecepatan mach 1,83 (2.260 km/jam). Soal daya tempuh, KF-21 bisa melaju sejauh 2.900 km.

Mengutip Asia Times, sejumlah ahli menilai KF-21 ini menjadi upaya Korsel mengurangi ketergantungan pada senjata dan alutsista asing sambil mempromosikan diri sebagai produsen dan pengekspor utama persenjataan kelas atas.

KF-21 merupakan proyek kolaborasi antara Korsel dan Indonesia. Jakarta berjanji membayar 20 persen biaya produksi dari total US$7,6 juta.

Saat dipasarkan, KF-21 diperkirakan dibanderol senilai U$65 juta menempatkannya di atas pesawat tempur ringan seperti FA-50 – versi tempur dari jet latih T-50 yang dikembangkan oleh Korea Aerospace Industries dengan Lockheed Martin. Meski begitu, KF-21 masih lebih murah dari pesawat tempur canggih seperti Rafale dan Typhoon buatan Barat.

Sebelumnya, proyek ini sempat mandek lantaran Indonesia belum bisa membayar sebagian biaya produksi yang dijanjikannya.

Namun, The Korea Herald melaporkan Seoul dan Jakarta telah merampungkan term pembayaran November lalu dan saat ini tengah melanjutkan proyek tersebut.

“Indonesia akan melakukan pembayaran selama lima tahun ke depan hingga 2026, dan 30 persen di antaranya akan berupa transfer barang,” menurut Administrasi Program Akuisisi Pertahanan Korea Selatan.

 


Comments

Popular posts from this blog

Jokowi Tunjuk Menko Luhut Jadi Ketua Pengarah Pengembangan Industri Gim Nasional

Sarat Inovasi! Proyek IKN Gunakan Beton Cepat Kering dan Semen Hijau

Wapres Ma'ruf Amin Ajak Tokoh Konghucu Ambil Peran Ciptakan Pemilu Damai